Rabu, 22 Oktober 2014

Cerita rakyat : Timun Mas


Cerita rakyat : Timun Mas
Dikisahkan pada zaman dahulu, tinggallah sepasang suami istri petani di desa. Keduanya merupakan orang yang ramah dan rajin bekerja. Kedua suami istri ini adalah orang yang sederhana. Walau mereka tidak hidup mewah, mereka cukup berbahagia karena merasa cukup dengan apa yang mereka miliki. Jika ada keinginan mereka yang belum tercukupi, itu adalah seorang anak. Ya, keduanya memang belum dikaruniai anak.
Setiap hari keduanya berdoa di dalam pondok mereka memohon kehadiran seorang anak. Hingga pada suatu hari, di kala mereka sedang berdoa, lewatlah seorang raksasa hijau, si Buto Ijo, di depan pondok mereka.
Raksasa itu mendengar doa keduanya dan ia pun berkata, “Wahai orang tua, aku dapat mengabulkan permohonanmu dan memberikanmu seorang anak. Akan tetapi, ada syarat yang harus kalian tepati.” Suami istri itu sangat terkejut. Belum habis kekagetan mereka, raksasa itu berkata lagi, “Jika anak itu telah berusia 17 tahun, kalian harus menyerahkannya kembali padaku.” Suami istri itu terlalu gembira bahwa keinginan mereka akan terkabul, sehingga mereka tanpa pikir panjang langung menyetujui syarat dari raksasa itu.
“Tanamlah biji mentimun ini, dan niscaya kalian akan mendapatkan seorang anak,” pesan raksasa hijau itu kepada mereka sebelum ia pergi.
Keduanya menuruti pesan raksasa dan menanam biji mentimun tersebut. Tanaman timun itu tumbuh semakin besar dan berbuah. Hanya saja, hanya ada satu mentimun berwarna emas dari tanaman itu dan ukurannya pun sangat besar. Saat mentimun raksasa itu kelihatan matang, sang istri memetiknya dan segera membelahnya. Tiba-tiba tangisan bayi terdengar dan betapa terkejutnya ia menemukan seorang bayi perempuan berona kemerahan dari dalam timun itu. “Pak, kemarilah, doa kita telah dikabulkan,” demikian sang istri berkata, mensyukuri apa yang terjadi. Keduanya lalu menamakan bayi itu Timun Mas, sesuai dengan timun tempat bayi itu terbaring sebelumnya.
Bertahun-tahun kemudian, Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik, manis, dan baik hati. Orang tuanya pun sangat sayang dan bangga padanya. Namun mereka berdua khawatir, karena ulang tahun ke-17 Timun Mas sudah dekat. Mereka teringat akan janji mereka pada Buto Ijo. Dan benarlah, di hari ulang tahunnya, Buto Ijo mengunjungi pondok kedua suami istri itu untuk menagih janji.
Lelaki petani itu mencoba tenang. Ia berkata kepada Buto Ijo, “Bersabarlah, Timun Emas sedang membantu ibunya di dapur. Saya akan segera memanggilnya.” Ia kemudian masuk ke dalam rumah dan berkata pada Timun Mas, “Nak, larilah secepat mungkin dari Buto Ijo dan bawalah kantung ini. Kelak, benda-benda di dalamnya akan menolongmu.”
Timun Emas segera berlari lewat pintu di belakang rumahnya dan berlari kencang sampai jauh dari desa tempat ia dibesarkan. Kedua petani itu berdoa dalam hati agar Timun Mas dapat berlari ke tempat yang jauh agar tidak ditemukan oleh raksasa.
Raksasa yang telah lama menunggu menjadi tak sabar. Mengetahui bahwa ia telah diperbodoh, raksasa hijau itu mengamuk dan menghancurkan pondok kedua petani itu. Ia pun segera lari mengejar Timun Mas.
Raksasa itu berlari sangat cepat, sehingga hanya dalam waktu sebentar saja, ia hampir mendekati Timun Mas. Timun Mas sangat takut melihat raksasa yang semakin dekat, tapi ia teringat pesan kedua orangtuanya. Dibukanya kantung pemberian ayahnya dan diambilnya segenggam garam dari dalamnya. Timun Mas menghamburkan garam itu ke arah Buto Ijo. Ajaib! Tiba-tiba terhampar lautan yang luas yang memisahkannya dari Buto Ijo. Timun Mas kembali berlari.
Walaupun kesulitan berenang menyeberangi lautan, Buto Ijo berhasil mengejar Timun Mas. Ia sudah sangat dekat mencapai Timun Mas, namun Timun Mas menyebarkan benda kedua dari dalam kantung, segenggam cabai, dan terbentanglah hutan semak belukar dengan tumbuhan berduri di dalamnya. Raksasa itu kesakitan. Ia berupaya keras untuk keluar dari hutan itu dan mengejar Timun Mas. Timun Mas terus berlari, berharap Buto Ijo tidak mengejarnya lagi.
Buto Ijo marah, kesal, dan kesakitan. Ia berhasil keluar dari hutan belukar itu, tapi makin besar keinginannya untuk menangkap Timun Mas dan membalas kemarahannya. Raksasa pun berlari mengejar Timun Mas yang telah jauh meninggalkannya. Sekali lagi, raksasa berhasil mendekati Timun Mas. Seperti sebelumnya, Timun Mas kembali merogoh ke kantungnya. Namun hanya satu benda tersisa, yakni sepotong terasi udang. Terasi itu menjadi harapan terakhirnya. Timun Mas mengambil onggokan terasi itu, dan ia terus lari dan berpasrah.
Lemparan terasi udang itu menciptakan suara bergemuruh. Tanah di belakang Timun Mas bergoyang dan retak. Badai lumpur bergulung dan menyedot apapun di sekelilingnya. Gulungan lumpur itu pun menarik badan raksasa tanpa ampun. Raksasa yang telah kelelahan itu pun tidak dapat melawan. Dan dalam gulungan itu, lenyaplah tubuh Buto Ijo.
Timun Mas menoleh ke belakang. Buto Ijo telah hilang dan tanah itupun telah kembali tenang. Betapa jauh ia telah berlari selama berhari-hari itu, hingga tanpa disadari telah kembali Timun Mas ke desanya. Ia berlari bahagia pulang ke rumahnya di mana ia disambut dengan suka cita oleh kedua orangtuanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar